Krisis politik Malaysia 2020–2022
From Wikipedia, the free encyclopedia
Krisis politik Malaysia 2020–2022, juga dikenal dengan Langkah Sheraton, adalah krisis politik yang sedang berlangsung di Malaysia yang telah menyebabkan pengunduran diri Mahathir Mohamad sebagai perdana menteri ketujuh dan penunjukan Muhyiddin Yassin sebagai perdana menteri kedelapan. Krisis ini juga menyebabkan tumbangnya pemerintahan koalisi petahana Pakatan Harapan (PH) yang telah memerintah selama 22 bulan selepas kemenangan mereka dalam Pilihan Raya Umum Malaysia 2022 atau juga dikenali sebagai PRU-15.[6] Krisis politik ini berjaya dihentikan melalui PRU ke-15 dengan kejayaan Pakatan Harapan sebagai kursi terbanyak menang pada pemilihan umum tersebut iaitu 83 kursi. Krisis politik ini berakhir dengan menyaksikan angkat sumpah Datuk Seri Anwar Ibrahim sebagai Perdana Menteri ke-10 Malaysia.
Artikel ini memerlukan pemutakhiran informasi. |
Tanggal | 21 Februari 2020 – 24 November 2022 |
---|---|
Motif |
|
Peserta/Pihak terlibat |
|
Hasil | Jatuhnya dua pemerintahan berturut-turut, yaitu Kabinet Mahathir VII dan Kabinet Muhyiddin.
|
Krisis dimulai ketika beberapa partai politik berkonvensi dan mencoba membentuk pemerintahan baru dengan mengklaim kursi mayoritas di Dewan Rakyat, majelis rendah Parlimen Malaysia, tanpa melalui pemilihan. Hal itu dicapai melalui penarikan Partai Pribumi Bersatu Malaysia (PPBM) dari koalisi Pakatan Harapan dan melalui dukungan beberapa anggota parlemen dari Partai Keadilan Rakyat (PKR) yang meninggalkan partai. Akibat manuver politik ini, Perdana Menteri Mahathir Mohamad mengundurkan diri.[7]
Yang di-Pertuan Agong atau Raja Malaysia, Yang Mulia Sultan Abdullah dari Pahang, kemudian bertemu dengan semua anggota parlemen dan pemimpin partai politik untuk menentukan calon perdana menteri baru yang memiliki dukungan mayoritas. Ia akhirnya menunjuk Ketua Umum dari Partai Pribumi Bersatu Malaysia, Muhyiddin Yassin, sebagai perdana menteri. Muhyiddin mengumumkan bahwa pemerintah koalisinya akan disebut Perikatan Nasional.[8]
Dua negara bagian, Johor dan Melaka, juga mengalami perubahan dalam pemerintahan ketika perikatan memperoleh suara mayoritas dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Negara bagian.[9]
Pada akhir 2020 dan awal 2021, Perikatan Nasional kehilangan mayoritas sederhana di pemerintahan dengan 109 anggota parlemen di pihaknya dari 220 anggota. Tiga anggota parlemen dari partai Nasionalis Melayu atau UMNO yakni Tengku Razaleigh Hamzah, Ahmad Jazlan Yaakub, dan Mohamed Nazri Abdul Aziz telah menarik dukungan bagi pemerintah.